Minggu, Oktober 26, 2008

PSSI dan Sophia Loren

Siapa yang ingin menjadi Ketua Umum PSSI baiklah dia mampu mengendalikan diri. Dan orang yang mampu mengendalikan diri cenderung mengedepankan kepentingan orang banyak ketimbang kepentingan diri sendiri. Seorang pemimpin juga harus imun godaan. Dengan kata lain, pengendalian diri adalah harga mati.

Ihwal godaan ini, kita ingat sebuah anekdot yang diceritakan Bung Karno kepada Cindy Adams dalam Otobiografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia Edisi Revisi 2007: Pada suatu hari, Sophia Loren, bintang film kesayanganku mengetuk pintu sorga sambil merayu St. Petrus. "Aku Sophia Loren. Dapatkah Anda mengizinkan aku masuk sorga?

Sambil mengerutkan alis matanya penuh teka-teki, St. Petrus menjawab,"Tunggu sebentar. Aku akan periksa dulu daftarnya". Kemudian St. Petrus memeriksa dengan teliti gulungan daftar, sambil mulutnya komat-kamit. Dia lalu berkata,"Loren...Loren... S-O-P.... Tidak ada. Aku tidak melihat namamu di dalam catatan. Maaf, engkau tidak bisa masuk".
Dengan sedih, Sophia Loren memohon,"Tolonglah St. Petrus yang baik hati. Izinkanlah aku masuk".

Lalu St. Petrus menghibur. "Ya, aku orang yang bersifat adil. Aku kasih tahu yang harus kau lakukan. Kalau engkau bisa lulus ujian, kami akan memperbolehkanmu masuk. Nah, di sana ada danau dengan sebuah titian yang sangat kecil terentang di atasnya. Kalau engkau bisa selamat meniti ke seberang, aku jamin engkau diterima".
Tanya Sophia,"Tetapi apa kesulitannya untuk menyeberang?" St. Petrus berbisik,"Bagaimanapun, orang-orang yang punya dosa tak akan berhasil. Mereka selalu jatuh ke dalam air".
Maka keduanya berjalan meniti jembatan itu, yang seperti dikatakan St. Petrus, sangat sempit. Mereka harus meniti pelan-pelan dan beriringan. St. Petrus berjalan di belakang tamunya. Sophia yang memiliki bentuk tubuh menggairahkan itu mengenakan baju yang sangat ketat dan diwaktu dia berjalan, dia menggoyang-goyangkan pantatnya hingga menimbulkan rasa birahi. St. Petrus memperhatikannya dari belakang dan tiba-tiba disaat Sophia selamat sampai di seberang terdengar bunyi debur yang keras di belakangnya. St. Petrus tercebur.

Cerita di atas memang hanya anekdot semata. Namun, pesan yang disampaikannya teramat dalam. Kita tahu siapa St. Petrus. Dia – seperti yang termaktub dalam Injil – merupakan satu dari 12 murid Yesus. Pascapenyaliban Yesus, St. Petrus ini, yang dulunya hanya seorang penjala ikan dan kemudian diubahkan menjadi penjala manusia tampil sebagai yang terdepan dalam meneruskan ajaran gurunya. Dan dia sukses luar biasa, kendati bersua ajal di Italia dengan cara disalibkan terbalik : kaki di atas, kepala di bawah.

Dalam penangkapan saya, St. Petrus yang dimaksud Bung Karno semacam kiasan bahwa ‘orang suci’ sekali pun – jika tak dapat mengendalikan diri – bisa tergelincir.

Gonjang-ganjing sepak bola Indonesia, sampai tulisan ini saya turunkan, tak jua selesai. Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI, yang kini meringkuk di dalam penjara emoh meletakkan jabatan. Tak hanya sebagian besar pecinta sepak bola nasional, juga otorita sepak bola dunia, FIFA, pun mendesak agar Nurdin legowo mundur.

Yang menggelitik hati saya, desakan mundur yang dialamatkan kepada Nurdin begitu teramat masif. Sayang, hal tersebut tak sepadan dengan calon-calon yang ingin menggantikan posisi Nurdin. Artinya, semua calon saling menunggu guna tampil ke permukaan.

Siapa pun yang jadi orang No.1 di PSSI, saya tak peduli. Seperti yang lain, saya ingin ketua baru kelak adalah seorang yang mampu bertarak dari godaan dan tak menjadikan sepak bola nasional sebagai kendaraan politik.

Tidak ada komentar: