Senin, Februari 02, 2009

Ambisi Gandari

Indonesia berniat menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 atau 2022. Saya tertawa lalu membaca kisah Perang Bharatayuddha.
--------------------------

Ambisi tanpa hati yang jernih selalu saja membawa petaka. Dan kita ingat satu nama dalam Mahabharata, Gandari. Gandari adalah sosok krusial Mahabharata, wiracarita Hindu yang kesohor itu. Perang Mahabharata sebenarnya tak perlu terjadi jika Gandari - puteri Subala, Raja Gandhara - tak haus kekuasaan.

Gandari merupakan istri Dretarastra, pangeran tertua kerajaan Kuru. Dia gagal menjadi raja lantaran buta sejak lahir. Dretarastra tak meratapi nasibnya. Dia tak menyalahi ibunya, Ambika. Beberapa saat sebelum lahir, Ambika dianjurkan untuk menemui Resi Byasa di ruangan khusus. Ambika tak kuat melihat wajah Resi Byasa yang memancarkan sinar terang benderang. Ambika menutup matanya. Dan Dretarastra pun terlahir buta. Sebagai bentuk pengorbanan terhadap suaminya, Gandarai sengaja menutup matanya hingga matahari terbenam.

Raja kemudian dijabat oleh adiknya, yakni Pandu yang dibantu oleh Widura. Pandu bukan raja sembarangan. Dia memiliki kesaktian yang luar biasa, di samping apik dalam hal memanah. Pada suatu hari, Pandu berburu ke hutan. Tanpa sengaja dia memanah rusa yang tengah bersenggama. Ternyata rusa tersebut jelmaan seorang resi. Sang resi kemudian mengutuk Pandu. "Jika kau bersetubuh dengan istrimu, maka kau pasti mati," kata sang resi.

Pandu bermuram durja. Kutukan itu sangat berat, mengingat sebagai raja dia harus punya ahli waris. Tak kuat menahan siksa, Pandu alienasi ke hutan. Ditemani istrinya, Kunti - puteri Raja Kuntibhoja dari Wangsa Wresni - dan Madri - puteri Raja Madra - Pandu melewati hari demi hari bak seorang pertapa. Sebelum melakoni takdir, jabatan raja dia serahkan kepada Dretarastra.

Gandari senang bukan main.

Sayang, Gandari belum punya anak. Dia mendatangi Byasa. Di hadapan resi sakti itu, Gandari memohon agar diberi anak. "Kau akan punya seratus anak," janji Byasa. Gandari pulang dengan riang. Dia berharap, kekuasaan yang ada di genggaman Dretarastra akan langgeng.

Namun, waktu melahirkan, Gandari bukannya melahirkan 100 anak melainkan segumpal daging. Untuk kedua kalinya Gandari bersujud di hadapan Byasa. Byasa kemudian membelah-belah daging tersebut menjadi seratus potong, dan dimasukkan ke dalam guci kemudian dikubur selama setahun. Setelah guci-guci digali kembali, dari setiap potongan daging itu kemudian tumbuh seorang anak, yang kemudian menjadi Korawa. Duryodana merupakan anak tertua. Bersama Dursasana, Duryodana adalah tokoh antagonis dalam Mahabharata.

Sementara, jauh di dalam hutan, Pandu hidup tersiksa. Dia memang dikarunia lima anak yang kelak disebut Pandawa. Hanya saja kelimanya bukan darah dagingnya melainkan pemberian para dewa. Kunti membaca mantra Adityahredaya. Dia memanggil tiga dewa, yaitu Yama, Bayu, dan Indra. Kepada masing-masing dewa ini, Kunti meminta satu orang anak. Ketiganya adalah Yudistira, Bima, serta Arjuna. Madri tak mau ketinggalan. Dia memanggil dewa Aswin. Aswin mengaminkan pinta Madri dengan memeberinya anak kembar, Nakula dan Sadewa.

Pandu hanya bisa menatap kedua istrinya tanpa bisa melepaskan birahi. Pandu kalah. Dia tak tahan bertarak. Dia menghampiri Madri. Sewaktu mencoba bersenggama, Pandu tewas. Kutukan sang resi ternyata bukan gertak sambal. Madri tak kuasa menahan duka. Dia menitipkan Nakula dan Sadewa kepada Kunti lalu membakar dirinya.

Tiba saatnya Dretarastra mengalihkan tampuk kekuasaan. Kepada siapa tongkat estafet akan dia berikan? Kepada Duryodana atau kepada Yudistira?

Sebagai seorang ayah, Dretarastra menginginkan Duryodana menjadi raja. Hanya saja, Dretarastra juga sadar bahwa Yudistiralah yang pantas mendapatkannya. Selain memang anak raja yang sah, Yudistira sosok yang tenang dan lebih dewasa. Sedangkan Duryodana mewarisi sifat ambisius ibunya.

Dretarastra benar-benar dilematis. Dia minta nasihat Bisma - kakek dari Korawa dan Pandawa. Bisma menyarankan agar kerajaan Kuru dibagi dua. Duryodana mendapat Hastinapura, sedangkan Yudistira diberikan wilayah yang kering, miskin, dan berpenduduk jarang, yang dikenal sebagai Kandawaprasta. Atas bantuan dari sepupu Yudistira, yaitu Kresna dan Baladewa, mereka mengubah daerah gersang tersebut menjadi makmur dan megah, dan dikenal sebagai Indraprastha.

Yudistira lalu dicalonkan sebagai Raja Hastinapura. Duryodana berang. Perang Bharatayuddha pun pecah. Kedua kubu saling baku bunuh selama 18 hari. Seratus anak Dretarastra dan Gandari meregang nyawa. Yudistira akhirnya menjadi raja. Setelah beberapa lama, Yudistira menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada Parikesit, cucu Arjuna. Yudistira dan keempat adiknya, juga Dropadi - istri Pandawa - mendaki gunung Himalaya, mencari tujuan akhir: Surga.

(Hati-hati dengan ambisi, Bung)

Tidak ada komentar: