Surat itu ditulis dari pusat penjara Naini, 26 September 1933. Penulisnya Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India yang pertama. Sebelum India merdeka, 15 Agustus 1947, Nehru sang "Resolusi Avadi" sempat mendekam di bui lantaran sikap kritisnya terhadap Inggris.
Surat itu dia tujukan buat putrinya, Indira Priyadarshini yang masih berusia 16 tahun - Indira lahir 19 November 1917 dan mangkat 31 Oktober 1984.
Lewat surat berjudul Datangnja Mesin Besar, Nehru menulis:
Tetapi mesin besar dan segala perserikatannja tidaklah semuanja melimpahkan karunia. Kalau mesin telah mendorong tumbuhnja peradaban, mesin djuga telah mendorong timbulnja kebiadaban oleh karena dihasilkannja djuga sendjata2 dahsjat peperangan dan pembinasaan. Demikian djuga kalau mesin telah menghasilkan limpahan karunia, maka karunia ini semata2 teruntuk bagi beberapa orang sadja, dan bukan untuk chalajak ramai. Mesin telah mengadakan perbedaan antara kerojalan golongan kaja dan penderitaan kaum miskin, bahkan lebis besar lagi dari zaman silam. (Teks ini sesuai dengan yang termaktub di buku LINTASAN SEDJARAH DUNIA II - Kumpulan Surat-surat Kepada Anaknja Jang Perempuan. Ditulis Dalam Pendjara. Balai Pustaka Djakarta 1951)
Nehru bicara ihwal Revolusi industri yang melanda Inggris, 1760-1830. John Kay, James Hargreaves, Richard Arkwright, Edmund Cartwright, dan James Watt membuat segalanya menjadi lebih praktis. Mesin-mesin bergerak, ribuan orang di PHK. Kapitalisme muncul, berkembang, lalu menjadi "hantu" yang menakutkan. Adam Smith - ekonom - menawarkan ekonomi liberal. Kesenjangan sosial terjadi, melahirkan komunisme sosialisme. Kemapanan digugat, dihujat.
Kapitalisme terus berkembang, meski Francois Noel Babeuf (1760-1797), seorang radikal dalam Revolusi Prancis berteriak lantang:
Kami akan membuktikan bahwa tanah dan bumi bukan milik pribadi melainkan milik semua. Kami akan membuktikan bahwa apa yang diambil darinya oleh seseorang melebihi kebutuhan makanannya merupakan pencurian terhadap masyarakat.
Babeuf ditangkap. Kepalanya dipenggal.
Selanjutnya Karl Marx. Bersama Friedrich Engels, mereka menerbitkan Manifesto Komunis, 21 Februari 1848. Setelah itu, Marx datang dengan kitab tebal nan rumit: Das Kapital. Buku ini merupakan suatu analisis kritis terhadap kapitalisme. Jilid pertamanya terbit 1867. Tiga tahun sebelumnya, di London, wakil buruh Prancis dan Inggris memproklamirkan Asosisiasi Buruh Internasional yang keren dengan nama Internasionale. Marx didaulat untuk menulis anggaran dasarnya.
Marx - yang mati dalam kemiskinan dan kesepian tahun 1883 - memikat Vladimir Ilyich Ulyanov. Revolusi Bolshevik pecah di Rusia, Oktober 1917. Lenin menggerakkan massa. Rezim Tsar terguling. Nicholas II dimakzulkan lalu dieksekusi. Uni Soviet berdiri. Lenin menerapkan Marxisme. Roda kehidupan berjalan kaku, di bawah tatapan polisi-polisi rahasia. 1991 Uni Soviet runtuh, terkoyak.
Marx dan Lenin mati, kapitalisme terus menggurita. Bahkan, masyarakat tanpa kelas yang diimpikan Marx dituding hanya sebatas utopia.
...
Sepakbola kini menjadi industri, terlebih di Eropa. Kementerengan dipertontonkan secara blak-blakan. Kita, di sini, terkesiap dengan semua yang menyangkut Cristiano Ronaldo, Ricardo Kaka, Zlatan Ibrahimovic, Lionel Messi, Adebayor, John Terry, dan Wayne Rooney. Di sini tak ada istilah "sama rasa sama rata". Benar-benar glamor, juga eksklusif.
Makanya, kita tak perlu kaget dengan kemewahan yang disuguhkan buat seorang Rooney selama di Jakarta. Striker Manchester United dan timnas Inggris itu menginap di Presidential Suite di Hotel Ritz Charlton, Mega Kuningan, Jakarta. Per malam, harganya 5.800 dollar AS atau sekitar Rp 60 juta. Ini belum termasuk fasilitas maupun akomodasi yang tentu saja membuat sebagian besar masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan menggeleng-gelengkan kepala.
Kehadiran Rooney dan kawan-kawannya itu tak hanya membuat kita heboh, tapi juga bersusah hati. Mereka hadir saat kita masygul dengan kompetisi sepakbola nasional: Stadion-stadion yang runyam, gaji telat, tawuran, kepemimpinan wasit yang amburadul, krisis kepercayaan, dll. Sepakbola kita, yang sebagian besar dibiayai dari APBD belum menjadi industri dalam arti yang sesungguhnya.
Semoga kedatangan Rooney dkk yang menghabiskan biaya miliaran rupiah memantik kesadaran kita, terlebih pelaku-pelaku sepakbola nasional - tanpa kecuali - untuk segera berbenah.
...
Tak ada yang salah dalam revolusi industri. Nehru melanjutkan suratnya:
Kesalahan sebenarnya disebabkan oleh manusia sendiri, jang salah menggunakannja.
.......................
(Awalnya, tulisan ini berjudul Marxisme dan Rooney. Namun lantaran Rooney dan kawan-kawan urung datang ke Jakarta lantaran bom di kawasan Kuningan Jakarta Selatan, saya mengubah menjadi Tak Ada Judul)
Jumat, Juli 17, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar