Rabu, Januari 21, 2009

Bendol dan Trojan Horse

Tak banyak yang mengacungkan jempol buat Benny Dollo. Hasil imbang 0-0 melawan Oman di babak kualifikasi Piala Asia 2011 beberapa waktu lalu bukanlah prestasi yang bagus, setidaknya bagi kaum pengkritik. Stamina Oman, kata mereka, belum 100 persen pulih setelah bertanding habis-habisan melawan Arab Saudi dua hari sebelumnya. Oman menang lalu jadi Juara Teluk 2009 dan masih hanyut dalam euforia.

Menghadapi Australia 28 Januari nanti, tak sedikit pula yang skeptis terhadap Benny Dollo. Beban pelatih yang akrab disapa Bendol ini memang maha berat. Kegagalan tim Merah Putih di AFF Suzuki Cup 2008 merupakan apologia bagi kaum pengkritik agar Bendol sukses di Piala Asia.

Australia memang bukan tim setara, jika ditilik dari rangking FIFA. Australia jauh di atas kita. Selain fisik, nilai lebih 'Negara Kangguru' ini adalah, di sana pengelola klub sepakbola menyeleksi pemainnya dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Jauh-jauh sowan ke Jakarta, tim besutan Pim Verbeek tentu saja tak mau pulang dengan tangan hampa. Sebaliknya, Bendol pun emoh gigit jari di depan pendukung Merah Putih. Kemenangan adalah harga mati.

Bendol harus punya taktik jitu. Harus!

Kita ingat perang Troya lewat lembaran-lembaran sejarah atawa film Troy karya sutradara Wolfgang Petersen, 2004. Film ini dibintangi Brad Pitt, Orlando Bloom, serta Eric Bana.

Demikianlah perang Troya itu terjadi, berdasarkan epos Yunani purba Illiad yang ditulis penyair buta bernama Homerus: Ada seorang perempuan nan cantik jelita. Namanya Helen. Dia istri Menelaus, raja Sparta. Pada suatu hari Raja Priam dari Troya mengirim kedua putranya, Hector dan Paris untuk menemui Menelaus. Saat kunjungan inilah Paris jatuh hati kepada Helen. Cinta Paris tak bertepuk sebelah tangan. Asmara tak terbendung. Hati telah terpaut. Ketika hendak kembali ke Troya, Paris menculik Helen. Menelaus berang bukan kepalang. Manelaus melaporkan kejadian itu kepada Agamemnon, raja Yunani, yang tak lain adalah saudaranya sendiri.

Agamemnon naik pitam. Dia kemudian mengirimkan ribuan tentaranya ke Troya, di bawah pimpinan Achilles. Perang tak dapat dihindarkan. Namun, tak gampang mengalahkan Troya. Perang sudah berlangsung 10 tahun. Ribuan orang meregang nyawa. Troya sangat sulit ditaklukkan karena bentengnya yang kokoh dan prajurit-prajuritnya yang gagah berani.

Tentara Yunani tak mau menyerah. Tapi, bagaimana caranya? Di sinilah taktik berbicara. Achilles beserta tentaranya pura-pura mundur, meninggalkan medan pertempuran. Mereka meninggalkan patung kuda kayu raksasa sebagai hadiah bagi bangsa Troya agar tidak menghambat kepergian mereka.

Tanpa curiga sedikit pun, patung kuda kayu raksasa - yang belakangan kesohor dengan nama Trojan Horse - selanjutnya dibawa masuk ke dalam benteng. Tentara-tentara Troya sama sekali tak menyangka jika di dalam patung kuda raksasa tersebut bersembunyi puluhan tentara terpilih Yunani. Tatkala suasana sepi, mereka segera keluar dari 'perut' patung kuda raksasa serta membuka kunci benteng. Pasukan Yunani masuk dan meluluh-lantakkan Troya.

Sepakbola adalah perang dalam konteks lain, di mana taktik untuk mengalahkan lawan merupakan suatu keharusan. Sebagai pelatih, saya dan pecinta sepakbola nasional di Republik ini berharap Bendol menerapkan taktik 'Trojan Horse'. 'Trojan Horse' bisa berupa pola atau strategi dan siasat lainnya. Hanya saja, 'Trojan Horse' dipraktikkan dalam koridor fair play. Karena sepakbola menentang seruan Niccolo Machiavelli, ahli teori politik Italia (1469-1527) yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Maju terus, Merah Putih. Di belakangmu, kami berdiri.