Kamis, Juni 18, 2009

Sepakbola Nasional, Apa Sebenarnya Yang Kau Cari?

Perang Mahabharata tak akan pernah terjadi jika saja Santanu - Raja Hastinapura - bisa menahan nafsi erotismenya. Suatu hari, Santanu berjalan-jalan di tepi sungai Yamuna. Bayu berhembus, membawa keharuman nan amat sangat. Santanu menelusuri jalan setapak demi setapak guna mencari sumber keharuman. Tak lama, dia berhasil bersua dengan sumber keharuman yang tak lain berasal dari tubuh seorang perempuan yang cantik jelita.

Dada Santanu bergetar menahan hasrat, darahnya mengalir deras. Sejak ditinggal Dewi Gangga - istri pertamanya yang memberikan dia seorang putra bernama Dewabrata - Santanu memang berjanji untuk tidak jatuh cinta. Dia bertarak, mengutamakan kebajikan seraya menyiapkan Dewabrata sebagai penggantinya kelak.

Tapi kecantikan, pun komelekan gadis itu membuatnya alpa terhadap tapabrata-nya.

"Siapakah namamu, duhai gadis jelita? Dari mana asalmu? Maukah engkau kupersunting menjadi istriku?"

"Daulat tuanku. Namaku Satyawati. Hamba seorang penangkap ikan. Ayahanda kepala kampung nelayan di sini. Hamba persilhkan Paduka membicarakan permintaan itu kepada ayahanda. Semoga dia menyetujuinya"

Syahdan, Santanu menyampaikan isi hatinya itu kepada ayahanda si Jelita. Lamaran diterima, tapi dengan syarat. "Jika anak hamba melahirkan seorang anak laki-laki, Paduka harus menobatkannya sebagai putra mahkota"

Santanu galau, masygul. Syarat itu begitu berat. Jika dia amini, betapa terlukanya hati Dewabrata. Namun dia tak bisa menampik, si Jelita telah merampok hatinya. Santanu pulang ke istana, bermuram durja berhari-hari. Benar-benar dilema, pikirnya.

Dewabrata penasaran dan mencoba mencari tahu. Dari sais kereta ayahnya, Dewabrata akhirnya memahami persoalan yang melumat sanubari Santanu. Diam-diam, dia menemui ayah Satyawati dan menyetujui semua syarat yang diminta.

"Baiklah. Ingat baik-baik. Jika anakmu melahirkan seorang anak laki-laki, anak itu kelak akan dinobatkan sebagai raja. Aku rela turun takhta demi keinginan ayahanda untuk melanjutkan keturunannya"

Mendengar kata-kata Dewabrata, ayah Satyawati kontan terperangah. Belum lagi rasa kagumnya hilang, Dewabrata melanjutkan nazarnya. "Aku berjanji tak akan kawin. Hidupku kupersembahkan untuk rakyat, kerajaan, juga kesucian".

Sejak saat itu Dewabrata menanggalkan gelar yuwaraja atau putra mahkota lalu memilih jadi bhisma : He of Terrible Oath. Dia bersumpah akan setia kepada raja pengganti ayahnya dan rela mati demi Hastinapura.

Dewabrata membawa Satyawati kehadapan ayahnya. Luar biasa kagetnya Santanu. Dia sama sekali tak menyangka anaknya sudi menyerahkan gelar putra mahkota kepada anak laki-laki yang akan dilahirkan ibu tirinya.

Dan demikianlah. Waktu berjalan, membentuk zaman. Satyawati melahirkan dua putra, Chitranggada serta Wichitrawirya. Takdir berkata lain. Chitranggada tak berumur panjang. Calon raja itu mangkat dalam pertempuran. Karena tak punya anak, Wichitrawirya akhirnya dikukuhkan sebagai raja.

Wichitrawirya punya dua orang anak yang dia peroleh dari dua orang istrinya, Ambika dan Ambalika, yakni Dritarastra dan Pandu. Dritarastra menikahi Gandari, putri Subala, Raja Gandhara. Pasangan ini punya 100 anak yang kemudian dikenal dengan keluarga Korawa. Pandu menikahi Kunti, puteri Raja Kuntibhoja dan Madri, puteri Raja Madra. Dari kedua perempuan ini, Pandu memiliki lima anak yakni Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Kelimanya dikenal dengan Pandawa.

Dari sini, kita tahu, perang Mahabharata pecah di medan Kurusetra.

.........

Kompetisi Indonesia Super League musim ini berakhir sudah. Persipura Jayapura tampil sebagai juara dengan persoalan baru: Stadion Mandala Papua tak layak untuk perhelatan Liga Champion Asia. Persiwa Wamena di peringkat kedua, juga dengan pergumulan yang sama. Persib Bandung di peringkat ketiga, meninggalkan konflik internal. Persija Jakarta terkapar, gagal di semua lini. PSMS ngenes, menangis di tubir degradasi. PSIS Semarang meradang, mengais-ngais iba. Persebaya Surabaya tak jua beranjak dari pertikaian. Persitara Jakarta Utara berduka, terancam dijual. Mafia wasit. Jadwal yang amburadul. Tawuran antar suporter, pemain baku hantam di lapangan. Pers melempen, rubuh, tak lagi jadi pilar juga pijar: Kokoh tapi keropos, Menyala tapi tapi tak membakar.

Sponsor mengancam kabur!

Semua itu sebenarnya tak perlu terjadi jika saja Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia, tak hanya sekadar punya wibawa, tapi juga memiliki kerendahan hati dan lebih mementingkan kepentingan bangsa.

(Sepakbola nasional, apa sebenarnya yang kau cari?)


-Tulisan Menyehatkan Seperti ini bisa Anda ikuti di Kalam Hati, www.warungolahraga.com-